top of page
Search

Percepatan Perkembangan Peternakan Rakyat Indonesia dengan Financial Technology di Era Digital

  • Hafiyyan Naufal
  • Mar 21, 2021
  • 3 min read

Updated: Sep 4, 2021

Perkembangan keilmuan yang semakin pesat membawa masyarakat dunia memasuki era digital. Era digital merupakan era dimana pertukaran informasi dapat terjadi lebih cepat, murah, dan mudah sebagai akibat dari perkembangan keilmuan teknologi informasi yang memungkinkan pengaplikasian teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi digital adalah bentuk teknologi yang berprinsip pada proses pengubahan segala bentuk informasi (teks, suara, dan gambar) ke dalam kode yang berisi digit 0 dan 1 (Flew, 2002:17 dalam Hastjarjo, 2007:36). Berkat teknologi digital, muncul istilah global village yang mengibaratkan dunia ini hanya seluas sebuah desa karena mobilitas masyarakat yang meningkat pesat dan arus informasi yang mengalir cepat.


Tidak hanya memberi manfaat pada kehidupan masyarakat sehari-hari, teknologi digital juga bermanfaat pada input dan output dari berbagai sektor industri, salah satunya sektor industri peternakan. Pemanfaatan teknologi di bidang peternakan utamanya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan produksi. (Bamualim, 2006). Di negara maju seperti Belgia dan Australia, sektor peternakan sudah banyak mengambil manfaat dari teknologi digital. Contohnya adalah peternakan rakyat berkapasitas 400 ekor sapi milik sepasang suami istri bernama Jan Versteynen dan Elisabeth de Bont di Belgia yang dapat dikelola secara menyeluruh dengan jumlah sumber daya manusia yang minim berkat bantuan teknologi digital yang menggantikan tenaga manusia secara langsung (Anonim, 2016). Teknologi digital yang digunakan diantaranya: 1) mesin pemerah otomatis; 2) detektor penyakit; 3) mesin pembersih otomatis; dan 4) kamera pengontrol.


Tidak berbeda dengan peternakan rakyat di Belgia, peternakan rakyat di Australia juga mengandalkan teknologi digital yang menggantikan tenaga manusia karena jumlah sumber daya manusia yang minim, seperti peternakan rakyat milik Markus Rathsmann yang hanya dikelola oleh tiga orang dengan luas 40.000 hektar (Detik News, 2016). Lain halnya dengan peternakan rakyat, industri peternakan milik korporasi di negara maju sudah menggunakan teknologi digital yang lebih canggih seperti teknologi drone, Artificial Intelligence (AI), sensor, virtual reality, dan blockchain (GenAgraris, 2018).


Di Indonesia, beberapa industri peternakan milik korporasi juga mulai mengikuti perkembangan teknologi yang digunakan oleh peternakan-peternakan di negara maju. Sisi yang menarik adalah potret peternakan rakyat Indonesia di era digital. Berbeda dengan negara-negara seperti Belgia dan Australia yang permasalahan utamanya adalah jumlah sumber daya manusia yang minim, keunggulan komparatif yang telah dimiliki membuat pemanfaatan teknologi digital pada sektor peternakan rakyat di Indonesia lebih menyasar kepada financial technology (fintech) sebagai media yang memudahkan dilakukannya investasi secara online berprinsip bagi hasil untuk membantu peternak membiayai operasional serta meningkatkan kapasitas dan kualitas peternakannya. Menurut Bank Indonesia (2018) “Financial technology merupakan hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap-muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja.”


Bunga pinjaman dari bank yang dirasa cukup memberatkan dan banyaknya kandang serta lahan potensial milik peternakan rakyat yang masih kosong atau belum diolah dikarenakan belum terkumpulnya modal, membuka peluang bagi startup-startup fintech dalam mengembangkan produk layanan investasi secara online di bidang peternakan untuk memfasilitasi serta memudahkan investor dan kaum urban yang tertarik beternak namun tidak memiliki waktu dan lahan yang dibutuhkan. Sejak 2016 sudah ada beberapa startup fintech yang mengambil peran di sektor peternakan rakyat.

Karena kemudahan, kecepatan, dan reliabilitasnya, produk fintech dapat menarik banyak kaum urban dan anak muda yang ingin melakukan investasi berdampak di sektor peternakan rakyat. Dengan fintech di sektor peternakan, terciptalah sistem investasi yang dapat menguntungkan ketiga pihak, yakni peternak, investor, dan penyedia layanan fintech, terlebih lagi sektor peternakan adalah sektor riil, sehingga return dari investasi dapat lebih diprediksi dan para penyedia layanan fintech juga dapat memasyarakatkan investasi di sektor peternakan.


Salah satu peternak yang diuntungkan dengan investasi melalui teknologi digital berbentuk fintech adalah Bu Suratman, yang mengaku senang karena kandangnya yang sudah lama kosong akhirnya dapat terisi kembali. (Bantuternak, 2018). Dampak kolektif yang didapatkan dari pemanfaatan fintech berbasis investasi di sektor peternakan ini adalah meningkatnya produksi hasil ternak dan kesejahteraan tenaga kerja di sektor peternakan yang berdasarkan data survei angkatan kerja nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) per bulan Agustus 2017 dalam OkezoneFinance (2018), jumlahnya mencapai angka 3,84 juta orang. Program ini juga didukung oleh pemerintah dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2006 yang menyebut bidang usaha peternakan sapi, baik potong maupun perah, terbuka bagi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016 terkait bidang usaha pembibitan sapi potong dan budidaya penggemukkan sapi lokal yang mendapatkan pengurangan pajak (CNN Indonesia, 2018).


Berdasarkan riset terbatas yang dilakukan penulis terhadap dua dari sekian banyak startup yang bergerak di bidang fintech investasi peternakan, Total dana investasi yang terkumpul dan telah disalurkan kepada peternak oleh startup-startup digital tersebut mencapai jumlah lebih dari 28,6 milyar rupiah sejak tahun 2016 hingga saat ini. Dari hal tersebut terbukti pemanfaatan fintech investasi di sektor peternakan telah menciptakan atmosfer baru dalam potret peternakan Indonesia di era digital dan dapat terus berkembang di waktu yang akan datang.


Referensi:


Bamualim, Abdullah & B. Wirdahayati R., 2006. Peran Teknologi Dalam Pengembangan Ternak Lokal. Dalam Prosiding Peternakan 2006.


Hastjarjo, Sri, 2007. Teknologi Digital dan Dunia Penyiaran. Dalam Jurnal Komunikasi Massa, Vol. 1, No. 1: 35-41.


Daftar laman:







 
 
 

Comments


Post: Blog2_Post

©2021 by Hafiyyan Naufal. Proudly created with Wix.com

bottom of page