Prinsip Alat Tukar
- Hafiyyan Naufal
- Jul 15, 2021
- 6 min read
Updated: Sep 4, 2021
Ilmu ekonomi menurut saya setidaknya, merupakan ilmu yang sangat sulit dikuasai karena bersifat dinamis dan kompleks (sifat dasar manusia sebagai obyeknya). Untuk menjelaskan satu aspek dalam ilmu ekonomi diperlukan pemahaman prinsipil dan menyeluruh. Dalam tulisan ini, saya ingin mencoba menarasikan prinsip dari salah satu temuan ekonomi dan konsensus terpenting dalam peradaban manusia: alat tukar (garam, emas, uang, cryptocurrency). Untuk memulainya, saya merasa perlu menarik hingga ke zaman purba dimana manusia purba hidup.
Manusia purba yang saya maksud disini adalah primata dengan genus Homo yang tersebar di berbagai belahan dunia dengan spesies yang berbeda-beda (Homo neanderthalensis, Homo wajakensis, Homo rudolfensis, dsb). Kebanyakan spesies manusia purba ini hanya memiliki dua kebutuhan dasar, yaitu makan dan kawin. Hingga suatu waktu, melalui evolusi dan probabilitas genetis, 70.000 tahun lalu, terjadi fenomena cognitive revolution pada satu spesies Homo yang mendiami kawasan afrika: Homo sapiens. Kenapa tepatnya fenomena cognitive revolution ini terjadi? Hingga saat ini tidak ada jawaban pasti.
Cognitive revolution memberikan kemampuan Homo sapiens untuk berpikir secara abstrak, menciptakan fiksi dan mentransfer informasi yang lebih komprehensif dan kompleks melalui bahasa yang unik. Dengan fiksi dan bahasa, Homo sapiens dapat menciptakan realitas intersubyektif (fiksi yang menjadi nyata karena telah menjadi konsensus diantara Homo sapiens). Contoh konkrit dari realitas intersubyektif adalah negara. Negara tidak eksis dalam bentuk nyata (fiksi). Wilayah, batas dan bendera negara hanya ada dalam pikiran Homo sapiens. Namun, negara dapat membangun rasa persatuan dan keharmonisan antar Homo sapiens yang setuju dan menjadi bagian dari fiksi ini, sehingga, mereka dapat bekerja sama secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan bersama. Selain berfungsi sebagai alat sosial yang dapat mengeksploitasi potensi spesies secara umum dan individu secara khusus, realitas intersubyektif juga membuat Homo sapiens menjadi makhluk yang lebih kompleks dan dinamis, mengikuti perkembangan peradaban yang terjadi yang dimotori realitas intersubyektif. Realitas intersubyektif inilah yang membuat Homo sapiens berada di puncak rantai makanan hingga saat ini.
Dalam konteks tulisan ini, alat tukar merupakan salah satu realitas intersubyektif yang diciptakan Homo sapiens. Alat tukar berangkat dengan adanya pasar dan transaksi. Pasar merupakan platform terjadinya semua transaksi baik berupa barang dan atau jasa. Pasar dapat diartikan secara nyata (cth: pasar tradisional dan pasar swalayan) ataupun abstrak (cth: pasar saham). Transaksi merupakan aktivitas unik yang hanya dilakukan Homo sapiens karena cognitive revolution. Transaksi berarti terjadinya pertukaran barang dan atau jasa yang antar pembeli dan penjual. Semestinya, transaksi yang telah terjadi menguntungkan kedua belah pihak, karena pihak pembeli menggangap barang dan atau jasa yang dimiliki penjual lebih berharga, daripada barang dan atau jasa yang dimilikinya, vice versa. Bentuk transaksi paling sederhana dan kuno adalah barter (tukar menukar barang). Barter tentu diasumsikan menguntungkan kedua belah pihak. Tidak ada masalah dengan barter namun, dengan struktur sosial dan aktivitas ekonomi yang berkembang dan semakin kompleks, Homo sapiens membutuhkan "pelicin" untuk transaksi. Disinilah alat tukar muncul sebagai "pelicin".
Alat tukar dapat berupa berbagai obyek baik tangible dan atau intagible. Alat tukar yang ideal sebagai "pelicin" setidaknya harus memenuhi syarat:
Memiliki nilai intrinsik dan atau ekstrinsik yang berlaku universal dan stabil;
Tidak memiliki nilai atau biaya intrinsik (hubungan antara nilai intrinsik dan ekstrinsiknya terputus);
Dapat disimpan dan digunakan kembali dalam jangka waktu yang tidak terbatas tanpa mendepresiasi nilainya;
Dapat dipindahtangankan dengan cepat, mudah dan tanpa biaya;
Nilainya dapat dipecah sekecil mungkin sesuai kebutuhan tanpa mengurangi nilai ekstrinsik utuhnya;
Traceable dan transparan.
Tiap syaratnya akan saya jelaskan satu persatu.
Memiliki nilai intrinsik dan atau ekstrinsik yang berlaku universal dan stabil.
Nilai intrinsik adalah nilai yang melekat pada alat tukar itu sendiri sedangkan nilai ekstrinsik adalah nilai alat tukar relatif terhadap barang atau jasa di luarnya. Untuk menjelaskan ini saya akan menggunakan mata uang Rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia (RI) dan digunakan masyarakat Indonesia untuk bertransaksi sebagai contoh.
Kita ambil secarik uang Rp. 100.000. Secarik uang Rp. 100.000 yang dikeluarkan oleh pemerintah RI pada dasarnya hanyalah secarik kertas. Hampir tidak ada nilai intrinsik dari secarik kertas tersebut selain biaya rantai pasoknya hingga mulai beredar di masyarakat. Nilai instrinsik uang tersebut cenderung tetap. Sebaliknya, yang membuat uang tersebut bernilai dan dapat dijadikan sebagai alat tukar adalah nilai ekstrinsiknya. Realitanya saat ini, di Indonesia, secarik uang Rp. 100.000 dapat ditukar dengan 10 kg beras yang berharga Rp. 10.000 per kg-nya. Itu berarti secarik uang Rp. 100.000 memiliki nilai ekstrinsik setara dengan 10 kg beras. Padahal, beras memiliki nilai intrinsik yang jauh lebih besar daripada secarik uang Rp. 100.000 yang fungsi maksimalnya bahkan hanya dapat digunakan untuk mengelap keringat atau melakukan coret-coretan. Dalam contoh ini, nilai ekstrinsik dari uang tersebut berasal dari konsensus antar entitas yang menggunakannya sebagai alat tukar dalam transaksi.
Seiring waktu, karena penggunaanya yang luas dan melibatkan banyak entitas, konsensus terhadap nilai ekstrinsik uang ini akan terus berubah berdasar hukum dasar ekonomi: supply dan demand. Nilai ekstrinsik mata uang bisa jatuh (inflasi) atau naik (deflasi). Jika nominal uang yang beredar di masyarakat bertambah, nilai ekstrinsik uang tersebut akan cenderung turun. Sebaliknya, jika nominal uang yang beredar di masyarakat berkurang, nilai ekstrinsik uang tersebut akan cenderung naik. Logika sebaliknya dari peredaran uang berlaku terhadap demand uang. Nilai ekstrinsik uang juga dipengaruhi oleh transaksi internasional lintas mata uang serta supply dan demand dari faktor produksi penting dan bahan pokok. Dalam hal ini, negara berperan penting untuk menjaga nilai mata uangnya agar tidak terjadi fluktuasi nilai yang signifikan. Kebijakan negara yang utamanya dilaksanakan dalam rangka menjaga nilai mata uangnya disebut dengan kebijakan moneter. Kebijakan moneter akan didukung oleh kebijakan fiskal dan penegakan hukum dan asas kebenaran serta keadilan dalam mengelola dan menumbuhkan ekonomi.
Tidak memiliki nilai atau biaya intrinsik (hubungan antara nilai intrinsik dan ekstrinsiknya terputus).
Alat tukar yang ideal menurut saya tidak perlu memiliki nilai atau biaya intrinsik sama sekali namun, tetap bernilai ekstrinsik dan berlaku sebagai alat tukar karena konsensus antar entitas yang menggunakannya.
Dapat disimpan dan digunakan kembali dalam jangka waktu yang tidak terbatas tanpa mendepresiasi nilainya.
Alat tukar yang ideal harus dapat mempertahankan nilainya seiring waktu dalam jangka waktu yang tak terbatas. Alat tukar tersebut harus dapat disimpan dan digunakan kembali dalam jangka waktu yang tidak terbatas tanpa mendepresiasi nilai alat tukar tersebut untuk berfungsi sebagai store of value.
Dapat dipindahtangankan dengan cepat, mudah dan tanpa biaya.
Alat tukar sebagai "pelicin" berarti alat tukar yang ideal merupakan alat tukar yang dapat dengan cepat, mudah, dan tanpa biaya untuk dipindahtangankan. Semakin "licin" alat tukar semakin besar pula kontribusinya untuk mendorong terjadinya aktivitas ekonomi.
Nilainya dapat dipecah sekecil mungkin sesuai kebutuhan tanpa mengurangi nilai ekstrinsik utuhnya.
Bayangkan jika anda terjebak di satu tempat bersama seorang pedagang. Anda hanya mempunyai satu keping koin emas 24 karat sebagai alat tukar dan anda harus segera menukarnya dengan sepotong roti yang dijual pedagang tersebut untuk anda makan. Kasus ini dengan asumsi: Pedagang tersebut tidak memiliki apapun (termasuk koin emas) selain sepotong roti; Pedagang tersebut tidak membutuhkan apapun (hanya berdagang); Pedagang tersebut tidak berusaha menaikkan harga sepotong roti tersebut (mengikuti harga pasaran); Pedagang tersebut hanya menerima pembayaran dalam bentuk koin emas utuh; Baik anda dan pedagang ingin melakukan transaksi yang fair namun, urusan antara anda dan pedagang selesai disini (tanpa tindakan lain setelah transaksi terjadi).
Katakanlah karena anda sangat membutuhkannya, akhirnya anda menukar satu keping koin emas 24 karat anda dengan sepotong roti yang dijual pedagang tersebut. Padahal, di pasaran nilai dari satu keping koin emas 24 karat tersebut setara dengan satu gudang penuh roti. Dilihat dari sini, setelah transaksi terjadi, pedagang tersebut sangat senang tentu saja, karena dia mendapat nilai yang jauh lebih besar dari semestinya, sementara anda di sisi lain, walaupun terhindar dari rasa lapar namun, agak menyesal karena baru saja kehilangan satu gudang penuh roti serta hanya mendapatkan sepotong roti.
Dari kasus ini, anda dapat membayangkan jika nilai alat tukar tidak dapat dipecah sekecil mungkin tanpa mengurangi nilai ekstrinsik utuhnya. Pembeli akan sering mengalami kerugian karena harus merelakan nilai lebih dari alat tukarnya.
Traceable dan transparan.
Untuk menjadi alat tukar yang ideal, sebuah alat tukar dengan perannya dalam sistem ekonomi harus dapat semaksimal mungkin mendukung penegakan hukum dan asas kebenaran serta keadilan. Sebuah alat tukar harus mampu mendukung pencegahan pemalsuan; pencurian; penipuan; korupsi; kolusi; nepotisme; dan tindak kejahatan lain yang pada intinya berujung pada pelaku mendapatkan "return" lebih (yang tidak semestinya didapat) dari usaha yang dilakukan. Oleh karena itu alat tukar yang ideal menurut saya haruslah traceable dan transparan untuk kepentingan entitas yang terlibat dalam transaksi.
Seperti itulah kurang lebihnya pembahasan yang dapat saya susun terkait prinsip dari alat tukar yang membuat dunia bergerak lebih cepat. Selanjutnya saya akan membahas satu persatu alat tukar-alat tukar yang diandalkan oleh Homo sapiens (manusia) pada zamannya masing-masing dan menghubungkannya dengan prinsip alat tukar itu sendiri.
Referensi:
Harari, Yuval Noah., 2014. Sapiens: A Brief History of Humankind. Harper. New York.
Harari, Yuval Noah., 2015. Homo Deus: A Brief History of Tomorrow. Harper. New York.
Comments